33 Proyek Pembangunan Pelabuhan di Indonesia mangkrak,
untung saja Palimbungan selamat.......
Oleh : Harlan Batubara, SH.
Dalam minggu terakhir bulan April Inspektur Jenderal Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Wahju Satrio Utomo memberi rekomendasi kepada Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi atas hasil inspeksi yang dilakukannya. Dari hasil inspeksi Wahju terhadap proyek-proyek pelabuhan yang berjalan, ditemukan 33 di antaranya mangkrak.
Wahju menjelaskan, inspeksi itu ditugaskan kepadanya sekitar enam bulan lalu. Data Layanan Pengadaan Secara Elektronik Kementerian Perhubungan mencatat, proyek-proyek pelabuhan itu berada di 14 provinsi dan mulai dilelang pada 2012. Semua proyek itu menelan biaya sedikitnya Rp 1,66 triliun, termasuk rencana lanjutan dua tahun terakhir.
Jika diinventarisir lebih lanjut ada beberapa penyebab mangkraknya pembangunan pelabuhan ini antara lain :
- perencanaan kurang komprehensif,
- dibangun tanpa dukungan dokumen lengkap,
- pengawasan yang belum efektif. "Peran konsultan pengawas, yang seharusnya bekerja pada yang memberikan pekerjaan, tapi ternyata tidak profesional".
- kurangnya koordinasi antara Kemenhub, pemerintah daerah, pelaksana lapangan, dan instansi lain,
- adanya perubahan kebijakan tata ruang pemerintah daerah.
- faktor alam seperti kondisi cuaca turut mempengaruhi.
Beberapa temuan yang disampaikan Irjen dalam inspeksinya antara lain :
- pelabuhan ditemukan sudah selesai dibangun tapi belum siap beroperasi;
- pelabuhan belum memiliki akses jalan;
- pelabuhan dibangun di atas lahan yang belum jelas status kepemilikannya;
- dan pelabuhan dibangun tapi belum jelas pemanfaatannya.
Untuk solusinya ada. nanti bebera alternatif yang kan ditempuh Kemenhub bersama Pemerintah Daerah ,"Apakah ingin dilanjutkan atau akan dialihfungsikan untuk hal-hal lain yang juga bermanfaat," kata Wahju Satrio Utomo di kantor Kementerian Perhubungan, Jumat, 27 April 2018.
Opsi alih fungsi itu disebut untuk menyelamatkan aset negara yang sudah ditanamkan. Salah satu proyek pelabuhan yang bisa dialihfungsikan, menurut Wahju, terdapat di daerah Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Pelabuhan yang dibangun di atas wisata laut. Jadi yang tadinya pelabuhan umum, bisa dialihkan menjadi pelabuhan wisata.
Sebanyak 33 proyek yang ditemukan mangkrak di antaranya di Sumatera Barat--Tiram, Teluk Tapang, Barus, Tanjung Beringin, Pangkalan Dodek; Kepulauan Seribu--Tanjung Berakit, Malarko, Dompak, Mocoh; Kalimantan Barat--Mempawah; dan Kalimantan Tengah--Batanjung.
Pelabuhan mangkrak yang paling dekat dengan lokasi Palimbungan adalah Aek Taping di Air Bangis Kabupaten Pasaman Barat, Barus di Kabupaten Tapteng dan Pangkalan Dodek di Kabupaten Batubara.
Permasalahan Ini juga butuh kejelasan dari pemerintah daerah, sebagai salah satu contoh permasalahan pembangunan pelabuhan tersebut adalah pembebasan tanah. Sebelum pembangunan, pemda sudah menjanjikan. Namun ada beberapa yang tidak terpenuhi.
Selain itu, cuaca buruk menjadi salah satu permasalahan, sehingga pelabuhan harus dirancang ulang, dan tidak mustahil terkadang ada permasalahan teknis juga.
Pelabuhan yang mangkrak tersebut tersebar di seluruh Indonesia. Namun paling banyak terdapat di kawasan timur.
Dirjen Perhubungan Laut Agus Purnomo berjanji, permasalahan pelabuhan yang mangkrak tersebut akan segera dibereskan Kementerian Perhubungan dan sudah bekerja sama dengan Direktur Jenderal Bina Marga Kemen PU Pera untuk menangani masalah lahan.
Akan halnya dengan Palimbungan di Kecamatan Batahan Kabupaten Mandailing Natal, kita mesti bersyukur karena tidak masuk dalam kategori mangkrak ini, bahkan Pelabuhan Aek Taping di selatan Palimbungan tepatnya di Air Bangis justru masuk kategori mangkrak, padahal lebih dulu dibangun dari Palimbungan, Palimbungan dimulai tahun 2012, sedangkan Aek Taping sudah dimulai tahun 2010.
Ini tidak lain karena seluruh persyaratan administrasi dan tehnis terlebih dahulu sudah dilengkapi di perencanaan Palimbungan, persyaratan seperti Studi Kelayakan, Master Plan, Detail Engineering Desain, Kajian tentag Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), rekomendasi Gubernur Sumatera Utara tentang kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi. Sebelumnya mengenai lahan juga diserahkan oleh masyarakat Batahan kepada Bupati Mandailing Natal pada tahun 2012, yang dilanjutkan dengan penyerahan ke Dirjen Perhubungan Laut. Berkat kerja sama yang baik antara Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal dan Kantor Unit Pelayanan Pelabuhan Kelas III Sikara kara Natal, semua persyaratan dapat dilengkapi.
Diakui juga bahwa akses jalan darat ke Palimbungan ketika pekerjaan dimula pada tahun 2012 belum ada, terpaksa menggunakan jalur laut dan jalan darat melalui PT. PN IV yang bersebelahan dengan pelabuhan. Bahkan sampai sekarangpun belum ada akses jalan darat yang sempurna. Hanya saja pembukaan akses jalan darat ke Palimbungan ini terencana dengan baik, sehingga dalam waktu dekat sudah terkoneksi dengan ruas Jalan Provinsi Pulo Padang-Pasar Batahan sepanjang 4O KM, bahkan tahun 2018 ini ruas tersebut mendapat kucuran anggaran Rp 20 M, sehngga sudah mulus sampai Pasar Batahan. Sisanya dari Pasar Batahan sampai ke Palimbungan udah dibuka oleh Dinas PU Kab. Mandailing Natal pada TA 2017, tinggal perkerasan dan hotmix serta dua tempat jembatan yakni ; di Sungai Batahan sepanjang 90 m dan di Sungai Kikiran sepanjang 10 m. Jembatan Sungai Batahan pun sudah dibuat studi oleh Dinas PU Kabupaten. Bahkan untuk percepatan Pemda akan menyerahkan pengelooaan akses jalan ini menjadi jalan nasional yang ditangani Balai Besar Jalan Nasional (BBJN) Wilayah I Medan.
Dengan beberapa langkah perencanaan pembangunan dan pembukaan akses jalan ke Palimbungan, maka pelabuhan ini luput dari kategori mangkrak.
Komentar
Posting Komentar