Langsung ke konten utama

Minim sentuhan

Minim sentuhan, belum ada kesimpulanpenemuan benda arkeologis dari kebudayaan apa, di Kabupaten Mandailing Natal.
Oleh : Harlan Batubara



Tercatat ada beberapa kali publikasi terhadap situs purbakala yang ada di Mandailing Natal, mulai dari penerbitan di berbagai media seperti,   AntaraNews pada April 2018 mengutip Mandailingonline.com, Kompas Media  April 2008,  Gatra.com, Analisa Desember 2016, semua media tersebut mengangkat judul tentang adanya situs candi di Mandailing khususnya Candi Siwa Simangambat Kecamatan Siabu.

Pemerhati sejarah putra daerah Askolani Nasution menyampaikan dalam liputan media tersebut bahwa diduga Candi Siwa  didirikan pada abad ke IX masehi atau 200 tahun lebih tua dari Candi Bahal yang ada di Portibi Kabupaten Padang Lawas.
Penggalian yang dilakukan Balai Arkeologi Medan selama sepuluh hari pada bulan April 2008 menemukan fakta-fakta awal. Para peneliti meyakini tempat itu merupakan salah satu pusat kebudayaan tertua di masa lalu.

Dari penggalian di lima lokasi, ditemukan potongan bangunan candi. Di kotak eskavasi  juga ditemukan fragmen bagian tangan sebuah arca. "Jelas ini petunjuk awal pusat kebudyaaan Hindu-Budha. Meski begitu masih banyak pertanyaan mengenai situs ini," tutur Kepala Balai Arkeologi (Balar) Medan Lukas P Koestoro, Seni n (14/4/2008) .
Situs yang bernama Jiret (kuburan -dalam Bahasa Mandailing-Red ) Simangambat terletak di Desa Simangambat, Kecamatan Siabu, Kabupaten Mandailing Natal sekitar 400 km dari Medan. Situs berupa gundukan batuan itu terletak di tengah perkampungan warga di lahan kosong. Pada 1920, peneliti Belanda Bosch dan Schnitger pernah menyebut adanya situs di tempat itu.
Menurut Lukas, peneliti juga menemukan pecahan keramik China dari Dinasti Sung abad 12. Keberadaan keramik ini membantu peneliti merunut kronologi aktivitas di candi. Dengan temuan ini artinya ada kontak budaya dengan kebudayaan lain. Meski ada temuan baru, peneliti belum bisa memastikan latar belakang tata pemerintahan ketika itu.
Belum ditemukan jawaban atas pertanyaan mendasar. Siapa yang membangun dan untuk siapa bangunan itu didirikan ? Satu lagi, struktur masyarakatnya di bawah pemerintahan siapa, menurut Kepala Balar Medan pada waktu itu.

Masih minimnya sentuhan ilmiah yang bisa meyimpulkan keberadaan situs ini seperti kegiatan menggali untuk mencari kemungkinan masih banyaknya reruntuhan bebatuan yang merupakan bagian candi di dalam tanah di bawah lokasi maupun di sekitar lokasi yang sekarang.
Pemerintah Daerah tentunya bisa belajar dari apa yang dilakukan di Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Wonosobo di Jawa Tengah, bagaimana kedua Kabupaten ini menggali dan menemukan kembali situs candi Liyangan dan candi Bogang, dari hanya asumsi adanya situs dalam tanah berdasarkan petunjuk bebatuan yang berserakan dan bantuan penelitian ilmiah oleh Balai Arkeologi setempat, tentu berkolaborasi dengan Pemerinth Daerah, maka candi ini bisa dilakukan Anastilosis atau mengumpulkan dan menyusun kembali situs bebatuan yang berserakan, sehingga berwujud seperti yang ada sekarang dan menjadi terawat.

Keberadaan candi di Mandailing ini sampai sekarang tanpa disadari menimbulkan kontradiksi disatu sisi selalu dikatakan bahwa bangsa Mandailing adalah termasuk bangsa yang sudah tua dan mempunyai peradaban yang tinggi dibuktikan dengan adanya setidaknya 5 situs purbakala sejenis peningggalan candi yaitu ; Candi Siwa Simangambat di Kelurahan Simangambat, Candi Siabu di Saba Uduk Siabu, Situs Padang Mardia di Kelurahan Kotasiantar,  Situs Saba Biara Pidoli di desa Pidoli Lombang, timbunan candi Aek Milas di aek milas Siabu. Diperkirakan umurnya sudah sangat tua seperti Candi Simngambat yang dibuat pada abad ke IX masehi atau lebih tua 200 tahun dari Candi Bahal di Porti Kabupaten Padang Lawas.

Namun disisi lain kita juga miris melihat betapa ironisnya kondisi peninggalan purbakala ini, belum ada sama sekali perhatian dari Pemerintah Daerah, sehingga reruntuhan bebatuan ini mengalami perlakuan tidak baik seperti pencurian,  pengrusakan,  dijadikan bahan bangunan rumah,  bahkan sengaja dipecah karena dianggap mengandung emas, sudah seyogianya struktur-struktur candi diamankan agar terhindar dari tangan-tangan yang tidak bertanggungjawab. Misalnya minimal pada tahap awal melakukan pemagaran lokasi dan pembuatan papan informasi dari instansi terkait sehingga masyarakat yang ada nantinya akan lebih mengetahui informasi tentang candi tersebut.
Kedua kondisi ini menjadi bertentangan, disatu sisi dibanggakan, tetapi disisi lain tidak pernah diperhatikan, padahal sangat dibutuhkan sentuhan untuk melestarikannya.
Dalam hal ini sangat dibutuhkan peran aktif Pemerintah Daerah khususnya Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan. 
Sampai saat ini belum ada sentuhan yang berarti untuk menemukan kembali bentuk candi tersebut, apakah peninggalan Hindua atau Budha, di bawah kekuasaan  pemerintahan apa ketika dibangun dahulu kala, sehingga dikhawatirkan lama kelamaan situs bebatuan ini terancam akan hilang satu persatu diambil orang yang tidak bertanggung jawab.
Pemerintah Daerah tentu harus mengambil langkah untuk menemukan bentuknya kembali, tentu dengan menggandeng Balai Arkeologi (Balar) Medan atau Balai Pemugaran Cagar Budaya (BPCB) Banda Aceh yang lingkup wilayah kerjanya juga termasuk Sumatera Utara

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seri : Peribahasa Mandailing

Seri : Peribahasa Mandailing Bahasa  Mandailing merupakan bahasa sehari-hari yang dipakai etnis Mandailing baik yang menetap di wilayah Mandailing maupun di tanah perantauan, ditinjau dari segi teritorial etnis Mandailing berdomisili di beberapa daerah otonom pemerintahan yaitu; Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara, Kota Padangsidimpuan, Kabupaten Pasaman bagian utara dan Kabupaten Pasaman Barat bagian utara. Meskipun di beberapa daerah yang disebutkan tadi dipengaruhi oleh kosa kata dan intonasi wilayah tetangga, misalnya di Padang Lawas , Padang Lawas Utara dipengaruhi dialek Angkola dan dialek Toba, sedangkan di Pasaman dipengaruhi bahasa Minangkabau. Namun secara umum dan berdasarkan fakta sejarah bahwa bahasa Mandailing itu tetap merupakan bahasa sehari-hari yang setidaknya sudah tercatat dalam buku Negarakertagama oleh Mpu Prapanca pada tahun 1365 M. Tulisan ini akan mencoba menafsi...
Pesimis Pelabuhan Palimbungan Kec.Batahan beroperasi tepat waktu terkendala penyelesaian akses jalan Oleh : Harlan Batubara, SH Ada rasa optimisme yang tinggi di hadapan kita dengan selesainya pembangunan Pelabuhan Palimbungan, sebagaimana disebutkan dalam tulisan terdahulu tempat ini akan  menjadi sentra ekonomi baru atau bahkan menjadi kota kecil baru di pantai barat. Kekayaan alam pantai barat Mandailing Natal khususnya Pantai Barat dengan panjang pantai 172 KM akan lebih bergengsi atau memiliki daya saing ekonomi, sungguh naif rasanya bahwa selama ini garis pantai yang tergolong panjang tidak memiliki akses maritim. Sekarang ini Palimbungan telah tercatat dalam dunia kemaritiman  di Indonesia, menurut data pada Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan ada sebabnya 151 unit pelabuhan, Palimbungan merupakan salah satu diantara pelabuhan dengan kategori pengumpan regional, kelak akan m...